Kerak telor yang ikonik sebagai kuliner khas Betawi ternyata punya sejarah panjang. Lahir dari kreativitas hingga kini dianggap sebagai simbol kelas pekerja.
Kerak telor bukan sekadar jajanan khas Jakarta, tapi juga potret perjalanan panjang masyarakat Betawi dalam menciptakan makanan.
Bahkan untuk membuatnya, masyarakat Betawi tempo dulu benar-benar hanya memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitarnya. Dahulu, kerak telor juga dianggap sebagai simbol kelas pekerja bagi kalangan masyarakat Betawi.
Baca juga: Rasanya Konsisten! 5 Restoran Chinese di Jakarta Timur Ini Tak Pernah Sepi
Berikut ini 5 fakta menarik soal sejarah kerak telor:
1. Muncul pada Abad ke-19
Kerak telor diyakini muncul pada masa kolonial Belanda, ketika Batavia berkembang sebagai pusat perdagangan dan pertemuan berbagai budaya. Bahan-bahan seperti beras ketan, kelapa parut, dan telur merupakan komoditas yang mudah didapat oleh masyarakat Betawi saat itu.
Di tengah kondisi ekonomi yang tidak selalu stabil, kreativitas masyarakat melahirkan hidangan yang memanfaatkan apa yang ada di sekitar mereka dan inilah alasan kerak telor tercipta. Pada masa itu, makanan berbahan telur dianggap cukup bergengsi karena tidak semua keluarga mampu mengonsumsi telur secara rutin.
Dengan menyampur beras ketan agar lebih mengenyangkan, telur yang bergizi, serta kelapa sangrai yang aromatik, masyarakat Betawi membuat satu menu yang sederhana namun penuh rasa. Hidangan ini kemudian berkembang menjadi tradisi kuliner yang membedakan Betawi dari kelompok etnis lain di sekitarnya.
2. Teknik Memasak Tradisional Betawi
Cara memasak kerak telor unik, wajan kecil didekatkan ke bara dari atas. Teknik ini ternyata berakar dari cara memasak masyarakat Betawi kampung yang terbiasa tanpa kompor modern.
Di dapur Betawi tradisional, tungku arang adalah sumber panas utama. Penggunaan arang memungkinkan kontrol panas yang stabil sekaligus memberikan aroma smoky alami.
Teknik ini kemudian diterapkan untuk menghasilkan kerak di bagian bawah adonan ketan dan telur. Proses membalik wajan tidak hanya menunjukkan keahlian, tetapi juga bukti masyarakat Betawi menyesuaikan teknik masak sesuai dengan kebutuhan.
(dfl/adr)