Setengah Abad Ka Nung Bakery: Jejak Aroma Timur Tengah di Kampung Empang

Setengah Abad Ka Nung Bakery: Jejak Aroma Timur Tengah di Kampung Empang

Sudrajat - detikFood
Senin, 08 Des 2025 13:00 WIB
Setengah Abad Kanung Bakery: Jejak Aroma Timur Tengah di Kampung Empang
Kesibukan di toko Ka Nung Bakery, Minggu (7/12/2025). Foto: Sudrajat
Jakarta -

Sejak suaminya berpulang pada 1974, Nur Achmad Sungkar harus berjibaku seorang diri merawat dan membesarkan keenam anaknya. Ia tak punya daya melanjutkan usaha almarhum suaminya, mengolah pabrik ubin di Jalan Abesin, dekat Stasiun Bogor.

Keterampilannya cuma di dapur: memasak menu kesukaan bagi suami dan anak-anak. Juga mengolah adonan kue-kue khas Timur Tengah yang diwariskan turun-temurun.

Johnny Pinot, Cholid Salim Askar, dan Abdullah Abubakar Batarfie di Run KafeJohnny Pinot, Cholid Salim Askar, dan Abdullah Abubakar Batarfie di Run Kafe (Foto: Dok. JAPAS)

Menyadari keahliannya itu mulailah Nur membuat adonan roti cane, sambosa, kue konde, kroket daging, kebab, martabak mesir, kari ayam, dan lain lain. "Modalnya kala itu cuma Rp 10 ribu," kata Cholid Salim Askar, anak ke-3 Nur, saat berbincang dengan di Rün Kafe - Empang, Bogor, Minggu (7/12/2025).

Semua anaknya dikerahkan untuk berjualan di sekolah bila ingin mendapatkan uang jajan. Cholid mengaku selalu berhasil menjual kue lebih banyak dari kelima saudaranya. Tak cuma mendapatkan uang jajan, ia pun bisa menabung untuk beli sepeda. "Waktu SMP saya ke sekolah naik sepeda hasil keringat sendiri," ujarnya mengenang dengan bangga.

Selepas dari UII, Cholid bekerja di sejumlah perusahaan tekstil di Bandung dan Majalaya. Hingga pada awal tahun 2000, ia tak tega melihat sang Bunda terus berjibaku dengan kue-kue. Ia mengambil alih dan memberikan royalti kepada sang Bunda. Agar mudah mengurus Hak Cipta, ia membuat dua brand untuk produknya, Ka Nung dan RüN, dengan membalik nama sang Bunda dari Nur menjadi Run.

ADVERTISEMENT

"Sehari-hari para tetangga di sini menyapa Ummi, 'Kak Nur'. Dari situ saya plesetkan sedikit jadi 'Ka Nung', Alhamdulillah berkah sampai hari ini," tutur Cholid.

Setengah Abad Kanung Bakery: Jejak Aroma Timur Tengah di Kampung EmpangBersama CEO PT Bogasari Fransiscus Wellirang (Foto: dok Cholid Salim Askar)

Cholid Salim Askar lahir di Empang Bogor pada 1964. Ia tak punya latar bekalang pendidikan kuliner, melainkan Sarjana Teknik Manajemen Industri dari Universtias Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Ia kuliah di sana pada 1984.

Ia dikaruniai empat anak, dari tiga kali persalinan. "Anak pertama lelaki dan bungsu perempuan. Untuk persalinan kedua, istri saya melahirkan anak kembar lelaki," kata Cholid.

Dari Senin - Kamis, Cholid mengaku rata-rata menghabiskan puluhan kilogram tepung terigu, telur, gula, dan bahan baku lainnya. Kalau Jumat - Minggu, jumlahnya lebih banyak lagi. Apalagi sejak Juni lalu, ia melengkapi usahanya dengan kedai 'RUN Kafe'. Di kafe ini ia sengaja menjual beberapa kue olahan yang siap santap.

"Basicnya saya dari awal produksi frozen karena lebih awet dan sehat. Kenapa? Karena tidak pakai bahan tambahan pangan seperti pengawet, pewarna, pemanis, pengenyal," beber Cholid yang mengaku punya 29 agen penjualan di beberapa provinsi.

Setengah Abad Kanung Bakery: Jejak Aroma Timur Tengah di Kampung EmpangNourma, Cholid, dan seorang pekerja lain di dapur Ka Nung Bakery. (Foto: Sudrajat)

Untuk proses produksi dan distribusi produk, Cholid melibatkan belasan pekerja. Beberapa di antaranya ia merekrut penyandang disabilitas, seperti Nourma. Gadis 18 tahun itu menyandang tuna wicara dan tuna rungu.

Kebijakan tersebut ditempuh karena gedung yang saat ini menjadi tempat produksi sebelumnya adalah Sekolah Luar Biasa (SLB). "Saya tukar guling, dan membangun kembali SLB di tempat lain menjadi dua tingkat," ujar Cholid.

Kebijakannya itu mendapat apresiasi dari PT Bogasari. Pada 2023 CEO Bogasari, Fransiscus Welirang memberikan penghargaan kepadanya. Dua tahun sebelumnya, Cholid juga menerima penghargaan dari Bogasari atas keputusannya tak merumahkan satu pegawai pun. Padahal pada masa pandemic covid 19, banyak perusahaan justru seolah berlomba mengurangi pegawai.

Bagi Cholid, dua penghargaan itu bukan sekadar plakat. "Itu pengingat bahwa usaha juga harus punya nilai," katanya.

Nilai itu pula yang mendorongnya beralih ke energi bersih. Sejak 2023, Cholid memasang panel surya berkapasitas 12 ribu watt di atap bangunan produksi. Investasi Rp 180 juta ia keluarkan.

Hasilnya terasa langsung. "Sekarang saya bayar listrik cuma sekitar Rp 1 juta. Dulu bisa Rp 5 juta," ujarnya. Ia memperkirakan modal itu akan kembali dalam tiga tahun. "Setelah itu justru jauh lebih hemat."

Di Rün Kafe, Valentina Sri Wijiyati, aktivis lingkungan sekaligus penyintas kanker, menemukan pengalaman rasa yang baginya tak sekadar soal lidah. "Sebagai orang Jawa, makan di sini seperti petualangan rasa," ujarnya. Aroma Timur Tengah menghadirkan sensasi yang baginya unik dan istimewa.

Setengah Abad Kanung Bakery: Jejak Aroma Timur Tengah di Kampung EmpangRoti maryam, samosa, hingga martabak Mesir jadi menu andalan di Ka Nung Bakery.(Foto: Valentina Sri Wijiyati)

Roti maryam dan martabak Mesir menjadi favoritnya. Bahkan dikukus pun, menurutnya, cita rasanya tak berkurang. "Untuk saya yang pejuang kanker, menu itu tetap istimewa meski dikukus," katanya.

Yang membuat pengalaman itu kian bermakna, tutur Wiji, adalah cerita di balik setiap sajian: empati pada difabel, keberanian beralih ke energi bersih, serta ketangguhan seorang ibu yang membesarkan enam anak dari dapur kecil di Empang. "Itu menambah respek saya."

Ka Nung dan Rün bukan sekadar tempat makan. Ia adalah jejak panjang dari kehilangan, kerja keras, dan keputusan untuk berpihak. Seperti yang dikatakan Wiji, para penjelajah rasa yang juga ingin mendukung martabat manusia dan Bumi, rasanya memang pantas singgah ke sini-menyantap kisah yang diolah dengan adonan ketekunan dan harapan.

Selain melongok dapur Ka Nung dan Rün, ia bersama sekitar 30-an anggota Komunitas Jalan Pagi Sejarah (JAPAS) Bogor juga berziarah ke makam tokoh pers Tirto Adhi Soeryo. Juga napak tilas ke Hotel Passer dan rumah keluarga Syeh Abdurrahman bin Abdullah Bajened yang bersama Tirto mendirikan Syarekat Dagang Islamiyah pada 1909 di Bogor.

Acara yang dihadiri Walikota Bogor Dedie A. Rachim itu dipandu pendiri JAPAS, Johnny Pinot dan Abdullah Abubakar Batarfie.

(adr/adr)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads